Pahamtekno.com - "kelompok" yang dapat di-program, atau yang sering dikenal sebagai kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI), menjadi sumber inovasi yang signifikan belakangan ini. Meskipun kita sering melihat mereka dalam kehidupan sehari-hari, membantu dalam layanan pelanggan, bermain video game, dan menghidupkan media sosial kita, kita kadang-kadang mengabaikan implementasi mereka.
Dripsender |
Sebaliknya, transparansi, kualitas data, dan algoritma yang mengendalikan alat AI menjadi sangat penting dalam situasi yang rumit dan bervariasi ini. Konsensus dan ketidakjelasan seputar alat AI menunjukkan bahwa keandalan outputnya sangat tergantung pada variabel yang mengaturnya.
Pentingnya elemen-elemen kritis seperti kepercayaan dan kualitas sering terabaikan, yang dapat mengakibatkan bias, misinformasi, dan bahkan potensi kerentanan terhadap manipulasi oleh pihak yang tidak bermoral. Oleh karena itu, peningkatan pemahaman terhadap cara kerja alat-alat ini dan alasan di balik penggunaannya perlu diperhatikan.
Model bahasa besar, atau Large Language Model (LLM), adalah sistem kecerdasan buatan yang dilatih menggunakan dataset teks yang komprehensif. Tujuan dari desain LLM adalah menghasilkan teks yang menyerupai tulisan manusia sebagai tanggapan terhadap input. Ukuran "besar" digunakan untuk menggambarkan jumlah parameter dan data pembelajaran yang dimiliki model. Sebagai contoh, proses pembelajaran GPT-3 OpenAI melibatkan model kolosal dengan 175 miliar parameter teks yang sangat besar.
Tanpa ragu, model ini membutuhkan pemahaman mendalam tentang teks yang dihasilkan dan bergantung pada kemampuan mengenali pola dalam data pembelajaran untuk menghasilkan output yang dapat diprediksi. Prinsip yang mengatur model ini tetap konsisten: data pembelajaran berkualitas tinggi memungkinkan model AI membuat prediksi yang akurat.
Di sisi lain, model AI yang bersifat proprietary atau berhak paten biasanya dikembangkan oleh organisasi atau perusahaan tertentu, melibatkan model yang dilindungi oleh hak kekayaan intelektual melalui desain, struktur, dan algoritma. Istilah ini sering dibandingkan dengan model sumber terbuka atau open-source, yang memberikan blueprint yang dapat digunakan, dimodifikasi, dan dibagikan secara bebas.
Perlu diingat bahwa model yang dipatenkan pada dasarnya mirip dengan model bahasa besar atau LLM; perbedaannya hanya menekankan aspek lain dari model tersebut.
Panen Hasil Tanaman
Model seperti GPT-3 OpenAI dapat menjadi model bahasa yang besar dan memiliki hak kepemilikan. Seperti yang disebutkan sebelumnya, model ini diprogram menggunakan dataset yang luas dan kompleks, menyebabkan risiko ketidaksesuaian dalam kualitas output karena adanya gangguan pada dataset yang diprogram—istilah ini disebut sebagai "keracunan" data (data poisoning).
Prinsip "Garbage in, garbage out" sangat relevan di sini. Seperti dalam praktik kebersihan siber, kualitas dan seleksi data yang digunakan untuk membuat model sangat mempengaruhi hasil. Ini memungkinkan deteksi anomali secara akurat dan membantu dalam pengembangan inovasi.
Bagaimana kita dapat mencegah penyebaran "virus" data? Untuk menghindari akumulasi data yang sembarangan, proses pengambilan dan pemilihan data harus dilakukan dengan hati-hati. Baik itu model eksklusif atau open-source, keakuratan outputnya terjamin oleh kualitas dan relevansi data, bukan hanya jumlah data.
Data untuk Internet yang Tidak Tendensius dan Aman
Keterangannya tentang cara algoritma bekerja secara umum sangat penting untuk transparansi algoritma. Sebagai contoh, algoritma pengambil keputusan pinjaman harus menjelaskan faktor-faktor yang dipertimbangkan, seperti pendapatan dan skor kredit, serta menunjukkan seberapa pentingnya masing-masing faktor tersebut. Sebab akuntabilitas algoritma sejajar dengan transparansi, pengguna harus bertanggung jawab atas keputusan algoritma, terutama jika ada indikasi bias atau diskriminasi.
Ambil contoh penggunaan pembelajaran mesin dalam sistem pengenalan intrusi (IDS), yang memantau jaringan untuk potensi ancaman atau pelanggaran kebijakan. Pembelajaran mesin membantu sistem IDS mengenali ancaman dengan menggunakan data yang telah ada sebelumnya. Meskipun telah tercapai kemajuan dalam transparansi dan akuntabilitas, tantangan masih ada.
Dalam hal ini, transparansi algoritma menunjukkan bahwa pengguna sistem pengenalan intrusi harus memahami prinsip pengambil keputusan. Bagaimana kita dapat membedakan aktivitas yang normal dari yang berbahaya? Meskipun menjelaskan mekanisme sistem secara detail harus dihindari agar tidak membantu calon penyerang, pengguna harus memiliki pengetahuan yang cukup untuk percaya dan menjalankan sistem secara efektif.
Pertanyaan tentang tanggung jawab timbul ketika akuntabilitas algoritma mengalami kesalahan, baik itu respons positif atau negatif. Kesalahan ini harus ditanggung oleh penyedia pengenalan intrusi, terutama jika berasal dari kesalahan algoritma.
Di sini, ada tantangan untuk menjaga keseimbangan antara transparansi dan akuntabilitas, melindungi kepentingan kepemilikan, dan mencegah penyerang memperoleh keuntungan yang tidak masuk akal. Ini adalah tugas yang mencakup banyak aspek, memerlukan banyak pertimbangan, dan memerlukan pendekatan yang seimbang untuk menyelesaikannya. Selain itu, sangat penting untuk memahami kompleksitas teknis yang terlibat dalam memahami proses pengambilan keputusan beberapa algoritma, seperti neural network, dan melindungi informasi kepemilikan. Meskipun ada masalah ini, para ahli setuju bahwa transparansi dan akuntabilitas algoritma harus ditingkatkan.
0 Comments