Pahamtekno.com - Dibandingkan dengan nenek moyang mereka dari generasi boomer, Generasi Z terbukti lebih rentan terhadap penipuan online karena lahir di era internet. Kelahiran mereka antara akhir tahun 1990-an dan awal 2010-an menempatkan mereka pada tingkat risiko yang lebih tinggi dalam menghadapi tantangan keamanan di dunia digital.
Menurut laporan FBI yang dikutip oleh New York Post pada Selasa (14/11/2023), kerugian akibat penipuan yang melibatkan individu di bawah usia 20 tahun mengalami peningkatan signifikan, yakni sebesar 2.000 persen. Dalam kurun waktu dari tahun 2017 hingga 2022, kerugian meningkat dari 8,2 juta dolar (sekitar Rp 128,8 miliar) menjadi 210 juta dolar (sekitar Rp 3,3 triliun).
Rencanamu |
Nepia |
Laporan National Cybersecurity Alliance tahun 2022 menunjukkan bahwa penipu internet cenderung memanfaatkan Generasi Z untuk mencuri identitas, termasuk melalui peretasan dan penipuan asmara. Kejaksaan Michigan bahkan memberikan peringatan khusus kepada anak muda untuk menghindari penipuan tawaran pekerjaan dan janji karir yang menjanjikan kemajuan, terutama jika meminta pelamar membayar untuk pelatihan atau peralatan yang disebutkan.
Selain itu, Generasi Z juga memperlihatkan kurangnya kepedulian terhadap keamanan online dengan jarang menggunakan otentikasi dua faktor untuk aplikasi-aplikasi mereka. Kekurangan langkah-langkah keamanan seperti ini dapat meningkatkan risiko jatuhnya akun mereka ke tangan penipu.
Dalam menghadapi tantangan ini, penting bagi Generasi Z untuk meningkatkan kesadaran mereka terhadap risiko online, meningkatkan pemahaman tentang keamanan digital, dan mengadopsi praktik-praktik keamanan yang lebih baik untuk melindungi diri mereka sendiri dari ancaman di dunia maya.
0 Comments